Latest Updates

Ternyata Praktek Tahlilan Telah Menjadi Ijma' Umat Islam Tanpa Ada Yang Mengingkari


INI JUGA TAHLILAN

Tahlilan (kenduri arwah) masyhur dengan kegiatan menghadiahkan pahala kepada orang mati diantara kaum Muslimin. Tahlilan bisa dilakukan kapan saja termasuk pada momen-momen tertentu serta bisa dilakukan dimana saja, baik sendirian maupun berjama’ah. Ini semua tetap dinamakan tahlilan (kenduri arwah). Jamuan makan pada tahlilan telah menjadi kebiasaan di masyarakat sebagai bentuk shadaqah atas nama mayyit, namun walaupun tanpa adanya jamuan makan, tetap dinamakan sebagai tahlilan (kenduri arwah). Shadaqah adalah satu satu amal kebaikan yang juga bisa di hadiahkan untuk mayyit. Ketika misalnya seseorang membaca al-Qur’an sendirian kemudian menghadiahkan pahalanya kepada orang mati yang dikehendakinya, maka ini tetap bisa dinamakan “tahlilan (kenduri arwah)”. 

Istilah tahlilan hanya digunakan dibeberapa tempat sedangkan ditempat lain digunakan istilah berbeda, istilah Tahlilan karena adanya kalimat thayyibah yang dibaca didalam kegiatan tersebut. Sedangkan pada dasarnya istilah “tahlilan” sebelumnya tidak dikenal, demikian juga dengan istilah “kenduri arwah”, “majelis tahlil” atau semacamnya, semua itu adalah istilah yang muncul dibeberapa tempat di negeri kaum Muslimin untuk menyebut kegiatan yang sama dan itu hanyalah sebuah istilah semata. Sejatinya ada istilah yang sebenarnya sudah dikenal sejak dahulu namun terlalu panjang dalam penyebutannya yaitu,

ISTILAH ASAL NAMUN KURANG SIMPLE UNTUK BAHASA KITA

“Menghadiahkan Pahala Kebaikan Untuk Mayyit”

Inilah istilah yang sudah dikenal sejak dahulu. Oleh karena itu, ketika para imam kaum Muslimin membahas amaliyah-amaliyah yang ada didalam “tahlilan” mereka menggunakan istilah-istilah seperti, ihdaa-u tsawaabi al-qurabi (al-qurubaat, jama’) lil-mayyit (menghadiahkan pahala ibadah – mendekatkan diri kepada Allah- untuk orang mati), atau ihdaa-u tsawabi al-a’maali lil-mayyit aw lil-ghayr (menghadiahkan pahala amal-amal untuk orang mati atau untuk orang lain), ihdaa-u tsawabi al-‘abaadaati al-maaliyyah wa al-badaniyyah ilaa mawtaa al-muslimiin (menghadiahkan pahala ibadah-ibadah maliyah dan badaniyah kepada umat Islam yang wafat), atau dengan kalimat-kalimat lainnya yang memiliki maksud dan tujuan yang sama.

Adapun amal-amal kebajikan yang dimaksud sangatlah banyak seperti membaca al-Qur’an, berdo’a untuk orang mati, membaca kalimat thayyibah (tahlil), tasbih, tahmid, takbir, bentuk-bentuk shadaqah dan lain sebagainya. Amal kebajikan ini bisa dilakukan sendirian kemudian dihadiahkan kepada orang mati atau dengan cara bersama-sama kemudian di hadiahkan kepada orang mati. 

Istilah tersebut memang terlalu panjang untuk digunakan dalam bahasa kita atau diwilayah tempat tinggal kaum Muslimin, dan memang tidak ada istilah yang simple untuk menyebut kegiatan semacam ini. Bahkan dalam bahasa arabnya pun tidak ada istilah yang lebih simple untuk menyebutkan kegiatan tersebut. Tidak seperti istilah semisal shalat, zakat, haji, dan lain sebagainya. Maka wajar saja jika umat Islam menyebut dengan istilah yang mereka mudah pahami dan digunakan, seperti tahlilan, sehingga ketika ada yang menyebut tahlilan maka mereka sudah paham maksudnya dan kegiatannya, demikian juga istilah kenduri arwah, majelis tahlil, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, kegiatan menghadiahkan pahala ini bukannya tidak dikenal diantara kaum Muslimin namun dikenal sejak dahulu kegiatan ini sudah ada dengan istilahnya sendiri.

ISTILAH BISA MEMBUAT SALAH PAHAM

Munculnya istilah baru untuk sebuah kegiatan tertentu kadang dapat menimbulkan masalah dan salah paham pada sebagian orang dan inilah yang sepertinya telah terjadi pada kegiatan yang sedang dibahas ini. Hingga sebagian orang mengatakan bahwa kegiatan tahlilan hanya ada di Indonesia saja serta di tuding mengadopsi budaya kafir hindu. Tentunya tudingan semacam ini terbantahkan dengan sendirinya oleh fakta, karena kegiatan tahlilan tidak hanya di Indonesia tapi juga di negeri-negeri kaum Muslimin lainnya dengan istilah-istilah tertentu yang mereka gunakan. Apakah semua itu mengadopsi dari budaya hindu Indonesia ? tentu saja tidak. Namun, ada riwayat seperti riwayat Thawus yang merupakan salah satu sandarannya dan juga yang lainnya.

Ada baiknya untuk sementara tidak menyebut dengan istilah tahlilan namun menggunakan istilah mnghadiahkan pahala kebaikan untuk mayyit agar mudah dimengerti, walaupun memang terlalu panjang (tidak simpel) dalam penyebutannya. 

PENUTURAN ADANYA IJMA’ ; INILAH TAHLILAN

Kegiatan menghadiahkan pahala kebaikan untuk mayyit berupa do’a dan shadaqah untuk orang mati adalah sampai dan bermanfaat, berdasarkan ijma’ Ulama. Sedangkan kaum Muslimin sejak dahulu tidak hanya melakukan hal itu semata namun mereka juga menghadiahkan pahala kebaikan untuk mayyit berupa amal-amal lainnya yaitu qira’ah lil-mayyit (membaca al-Qur’an untuk orang mati). 

Dalam prakteknya kaum Muslimin bersama-sama melakukan kegiatan ini ketika ada umat Islam yang wafat diantara mereka. Kegiatan ini justru di abadikan dalam kitab-kitab para Imam, seperti : Ibnu Qudamah al-Maqdisi (w 620 H) mengabadikan informasi ini didalam kitab al-Mughni [2/242] :

وقال بعضهم: إذا قرئ القرآن عند الميت، أو أهدي إليه ثوابه، كان الثواب لقارئه، ويكون الميت كأنه حاضرها، فترجى له الرحمة. ولنا، ما ذكرناه، وأنه إجماع المسلمين؛ فإنهم في كل عصر ومصر يجتمعون ويقرءون القرآن، ويهدون ثوابه إلى موتاهم من غير نكير
“Ketika dibacakan al-Qur’an disamping orang mati atau menghadiahkan pahalanya kepada orang mati maka ada pahala bagi pembacanya sedangkan orang mati seperti orang yang hadlir, maka diharapkan orang mati tersebut mendapatkan rahmat. Dan bagi kami, apa yang telah kami sebutkan, bahwa kegiatan tersebut merupakan ijma’ kaum Muslimin, karena sesungguhnya mereka pada setiap masa dan kota berkumpul bersama-sama, mereka membaca al-Qur’an dan mereka menghadiahkan pahalanya kepada orang mati diantara mereka tanpa ada yang mengingkarinya”.

Jadi, menghadiahkan pahala seperti kegiatan tahlilan ini telah menjadi sebuah ijma’ kaum Muslimin, yang mana pada prakteknya memang  mereka berkumpul. Frasa “wa yuhduuna tsawaabahu ilaa mawtahum (mereka menghadiahkan pahalanya kepada orang mati diantara mereka)”, menunjukkan bahwa bacaan al-Qur’an yang mereka baca bersama-sama memang ditujukan kepada orang mati. 

Pertanyaannya adalah bagaimana cara mereka menghadiahkannya kepada orang mati ? Tentu saja dengan cara ditujukan kepada orang mati yang mereka maksud, atau dengan cara di do’akan setelah mereka membaca al-Qur’an, sebagaimana para ulama telah mengkompromikan masalah ini. Inilah tahlilan, inilah kenduri arwah, majelis tahlil atau apapun namanya. Kegiatan inilah yang sedangkan dituturkan oleh Ibnu Qudamah dengan bahasa mereka, sedangkan kita menyebutnya dengan bahasa atau istilah yang kita pahami dan dikenal dikaum Muslimin dilingkungan kita.

Imam lainnya yang menuturkan masalah ini adalah  Syamsuddin Abdurrahman bin Muhammad al-Maqdisi al-Hanbali (w 682 H) didalam al-Syarhu al-Kabiir ‘alaa Matni al-Muqna’ [2/426] :

وقال بعضهم إذا قرئ القرآن عند الميت أو أهدى اليه ثوابه كان الثواب لقارئه ويكون الميت كأنه حاضرها فترجى له الرحمة ولنا ما ذكرناه وانه اجماع المسلمين فانهم في كل عصر ومصر يجتمعون ويقرأون القرآن ويهدون ثوابه الى موتاهم من غير نكير

Burhanuddin Ibnu Muflih (w 884 H) didalam al-Mabda’ fi Syarhi al-Muqna’ [2/281] :

قال أحمد: الميت يصل إليه كل شيء من الخير للنصوص الواردة فيه، ولأن المسلمين يجتمعون في كل مصر، ويقرءون، ويهدون لموتاهم من غير نكير، فكان إجماعا، وكالدعاء والاستغفار، حتى لو أهداها للنبي - صلى الله عليه وسلم - جاز، ووصل إليه الثواب، ذكره المجد

Al-Mulla ‘Ali al-Qari (w 1014 H) didalam Mirqatul Mafaatih syarh Misykah al-Mashabih [3/ 1229] :

وهي وإن كانت ضعيفة فمجموعها يدل على أن لذلك أصلا، وأن المسلمين ما زالوا في كل مصر وعصر يجتمعون ويقرءون لموتاهم من غير نكير، فكان ذلك إجماعا، ذكر ذلك كله الحافظ شمس الدين بن عبد الواحد المقدسي الحنبلي في جزء ألفه في المسألة

Abul ‘Alaa Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri (w 1353 H) didalam Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jami’ at-Turmidzi [3/ 275] :

وهذه الأحاديث وإن كانت ضعيفة فمجموعها يدل على أن لذلك أصلا وأن المسلمين ما زالوا في كل مصر وعصر يجتمعون ويقرأون لموتاهم من غير نكير فكان ذلك إجماعا

Wallahu A'lam []

Media Islam

Thariqat Sarkubiyah

NU Online